Budaya Minangkabau adalah kebudayaan yang dimiliki oleh penduduk Minangkabau dan berkembang di semua kawasan tersebut tempat perantauan Minangkabau. Budaya ini merupakan salah satu berasal dari dua kebudayaan besar di Nusantara yang terlalu menonjol dan berpengaruh. Budaya ini memiliki cii-ciri egaliter, demokratis, dan sintetik, yang jadi anti-tesis bagi kebudayaan besar lainnya, yakni budaya Jawa yang berwujud feodal dan sinkretik.
Berbeda bersama umumnya budaya yang berkembang di dunia yang menganut proses patrilineal, budaya Minangkabau justru menganut proses matrilineal baik didalam perihal pernikahan, persukuan, warisan, gelar tradisi dan sebagainya.
Sejarah
Berdasarkan historis, budaya Minangkabau berasal berasal dari Luhak Nan Tigo, yang kemudian menyebar ke wilayah rantau di sisi barat, timur, utara dan selatan berasal dari Luhak Nan Tigo. Saat ini wilayah budaya keragaman budaya Indonesia Minangkabau meliputi Sumatra Barat, bagian barat Riau (Kampar, Kuantan Singingi, Rokan Hulu), pesisir barat Sumatra Utara (Natal, Sorkam, Sibolga, dan Barus), bagian barat Jambi (Kerinci, Bungo), bagian utara Bengkulu (Mukomuko), bagian barat kekuatan Aceh (Aceh Barat Daya, Aceh Selatan, Aceh Barat, Nagan Raya, dan Kabupaten Aceh Tenggara).
Peta wilayah penggunaan Bahasa Minangkabau
Budaya Minangkabau pada awalnya bercorakkan budaya animisme dan Hindu-Budha. Kemudian sejak kedatangan para reformis Islam berasal dari Timur Tengah pada akhir abad ke-18 (rujukan), tradisi dan budaya Minangkabau yang tidak sesuai bersama hukum Islam dihapuskan. Para ulama yang dipelopori oleh Haji Piobang, Haji Miskin, dan Haji Sumanik, mendesak Kaum Adat untuk mengubah pandangan budaya Minang yang pada mulanya banyak berkiblat kepada budaya animisme dan Hindu-Budha, untuk berkiblat kepada syariat Islam. Budaya menyabung ayam, mengadu kerbau, berjudi, minum tuak, diharamkan didalam pesta-pesta tradisi penduduk Minang.
Reformasi budaya di Minangkabau terjadi sehabis Perang Padri yang berakhir pada tahun 1837. Hal ini ditandai bersama ada perjanjian di Bukit Marapalam antara alim ulama, tokoh adat, dan cadiak pintar (cerdik pandai). Mereka bersepakat untuk mendasarkan tradisi budaya Minang pada syariat Islam. Kesepakatan tersebut tertuang didalam sebuah adagium yang berbunyi: Adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah. Syarak mangato tradisi mamakai. (Adat bersendikan kepada syariat, syariat bersendikan kepada Al-Quran). Sejak reformasi budaya dipertengahan abad ke-19, pola pendidikan dan pengembangan manusia di Minangkabau berlandaskan pada nilai-nilai Islam. Sehingga sejak itu, tiap tiap kampung atau jorong di Minangkabau memiliki masjid, tidak cuman surau yang tersedia di masing-masing lingkungan keluarga. Pemuda Minangkabau yang beranjak dewasa, diwajibkan untuk tidur di surau. Di surau, tidak cuman belajar mengaji, mereka termasuk ditempa latihan fisik berwujud pengetahuan bela diri pencak silat.
Upacara
Batagak Penghulu untuk mengukuhkan pemimpin kaum di Minangkabau
Masyarakat Minangkabau memiliki filosofi bahwa “pemimpin itu semata-mata ditinggikan seranting dan didahulukan selangkah.” Artinya seorang pemimpin haruslah dekat bersama penduduk yang ia pimpin, dan seorang pemimpin kudu siap untuk dikritik kalau ia berbuat salah.Dalam rancangan layaknya ini, Minangkabau tidak mengenal type pemimpin yang berwujud diktator dan totaliter. Selain itu rancangan budaya Minangkabau yang terdiri berasal dari republik-republik mini, di mana nagari-nagari sebagai sebuah wilayah otonom, memiliki kepala-kepala kaum yang merdeka. Mereka memiliki hak dan kewajiban yang sama, dan juga dipandang sejajar di tengah-tengah masyarakat.
Dengan filosofi tersebut, maka Minangkabau banyak melahirkan pemimpin-pemimpin yang amanah di berbagai bidang, baik itu politik, ekonomi, kebudayaan, dan keagamaan. Sepanjang abad ke-20, etnis Minangkabau merupakan salah satu group penduduk di Indonesia yang paling banyak melahirkan pemimpin dan tokoh pelopor.Mereka antara lain: Tan Malaka, Mohammad Hatta, Yusof Ishak, Tuanku Abdul Rahman, Sutan Sjahrir, Agus Salim, Assaat, Hamka, Mohammad Natsir, Muhammad Yamin, Abdul Halim dan lain-lain.
Pendidikan
Budaya Minangkabau mendorong masyarakatnya untuk mencintai pendidikan dan pengetahuan pengetahuan. Sehingga sejak kecil, para pemuda Minangkabau telah dituntut untuk mencari ilmu. Filosofi Minangkabau yang menyatakan bahwa “alam takambang manjadi guru”, merupakan suatu adagium yang mengajak penduduk Minangkabau untuk tetap menuntut ilmu. Pada masa kedatangan Islam dan keragaman budaya indonesia, pemuda-pemuda Minangkabau tidak cuman dituntut untuk mempelajari tradisi istiadat termasuk ditekankan untuk mempelajari pengetahuan agama. Hal ini mendorong tiap tiap kaum keluarga, untuk mendirikan surau sebagai lembaga pendidikan para pemuda kampung.
Setelah kedatangan imperium Belanda, penduduk Minangkabau merasa dikenalkan bersama sekolah-sekolah umum yang mengajarkan pengetahuan sosial dan pengetahuan alam. Pada masa Hindia Belanda, kaum Minangkabau merupakan salah satu group penduduk yang paling bersemangat didalam ikuti pendidikan Barat. Oleh karenanya, di Sumatra Barat banyak didirikan sekolah-sekolah baik yang dikelola oleh pemerintah maupun swasta.
Semangat pendidikan penduduk Minangkabau tidak terbatas di kampung halaman saja. Untuk mengejar pendidikan tinggi, banyak di antara mereka yang pergi merantau. Selain ke negeri Belanda, Jawa termasuk merupakan obyek mereka untuk bersekolah. Sekolah kedokteran STOVIA di Jakarta, merupakan salah satu tempat yang banyak melahirkan dokter-dokter Minang. Data yang terlalu konservatif menyebutkan, pada periode 1900 – 1914, tersedia lebih kurang 18% lulusan STOVIA merupakan orang-orang Minang.
Orang Minangkabau dikenal sebagai penduduk yang memiliki etos kewirausahaan yang tinggi. Hal ini terbukti bersama banyaknya perusahaan dan juga bisnis yang dikerjakan oleh entrepreneur Minangkabau di semua keberagaman budaya Indonesia. Selain itu banyak pula bisnis orang-orang Minang yang dikerjakan berasal dari Malaysia dan Singapura. Wirausaha Minangkabau telah jalankan perdagangan di Sumatra dan Selat Malaka, sekurangnya sejak abad ke-7. Hingga abad ke-18, para pedagang Minangkabau hanya terbatas berdagang emas dan rempah-rempah. Meskipun tersedia pula yang menjajakan senjata ke Kerajaan Malaka, namun jumlahnya tidak terlalu besar.[7] Pada awal abad ke-18, banyak pengusaha-pengusaha Minangkabau yang berhasil berdagang rempah-rempah. Di Selat Malaka, Nakhoda Bayan, Nakhoda Intan, dan Nakhoda Kecil, merupakan pedagang-pedagang lintas selat yang kaya. Kini jaringan perantauan Minangkabau bersama aneka type usahanya, merupakan salah satu wujud kewirausahaan yang berhasil di Nusantara. Mereka merupakan salah satu group entrepreneur yang memiliki kuantitas aset cukup besar.[8] Pada masa-masa sesudah itu budaya wirausaha Minangkabau termasuk melahirkan pengusaha-pengusaha besar diantaranya Hasyim Ning, Rukmini Zainal Abidin, Anwar Sutan Saidi, Abdul Latief, Fahmi Idris, dan Basrizal Koto. Pada masa Orde Baru pengusaha-pengusaha berasal dari Minangkabau mengalami situasi yang tidak beruntung dikarenakan tiadanya keberpihakan penguasa Orde Baru kepada entrepreneur pribumi.
Demokrasi
Bab atau bagian ini tidak memiliki referensi atau sumber tepercaya agar isinya tidak dapat dipastikan. Tolong bantu perbaiki artikel ini bersama mengimbuhkan referensi yang layak. Bab atau bagian ini akan dihapus sekiranya tidak tersedia referensi ke sumber tepercaya didalam wujud catatan kaki atau pranala luar.
Produk budaya Minangkabau yang termasuk menonjol ialah sikap demokratis pada masyarakatnya. Sikap demokratis pada penduduk Minang disebabkan dikarenakan proses pemerintahan Minangkabau terdiri berasal dari banyak nagari yang otonom, di mana pengambilan keputusan haruslah berdasarkan pada musyawarah mufakat. Hal ini terkandung didalam pengakuan tradisi yang menyatakan bahwa “bulat air dikarenakan pembuluh, bulat kata dikarenakan mufakat”. Abdurrahman Wahid dan Nurcholish Madjid pernah mengafirmasi ada demokrasi Minang didalam budaya politik Indonesia. Sila keempat Pancasila yang berbunyi Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan ditengarai berasal berasal dari dorongan demokrasi Minangkabau, yang mana rakyat/masyarakatnya hidup di tengah-tengah permusyawaratan yang terwakilkan.
Harta pusaka
Bab atau bagian ini tidak memiliki referensi atau sumber tepercaya agar isinya tidak dapat dipastikan. Tolong bantu perbaiki artikel ini bersama mengimbuhkan referensi yang layak. Bab atau bagian ini akan dihapus sekiranya tidak tersedia referensi ke sumber tepercaya didalam wujud catatan kaki atau pranala luar.
Dalam budaya Minangkabau terkandung dua type harta pusaka, yakni harta pusaka tinggi dan harta pusaka rendah. Harta pusaka tinggi merupakan warisan turun-temurun berasal dari leluhur yang dimiliki oleh suatu keluarga atau kaum, sedang harta pusaka rendah merupakan hasil pencaharian seseorang yang diwariskan menurut hukum Islam.
Harta pusaka tinggi adalah harta milik semua bagian keluarga yang diperoleh secara turun temurun melalui pihak perempuan. Harta ini berwujud rumah, sawah, ladang, kolam, dan hutan. Anggota kaum memiliki hak mengfungsikan dan umumnya pengelolaan diatur oleh datuk kepala kaum. Hak mengfungsikan berasal dari harta pusaka tinggi ini antara lain; hak terhubung tanah, memungut hasil, mendirikan rumah, menangkap ikan hasil kolam, dan hak menggembala.
Harta pusaka tinggi tidak boleh diperjualbelikan dan hanya boleh digadaikan. Menggadaikan harta pusaka tinggi hanya dapat dikerjakan sehabis dimusyawarahkan di antara petinggi kaum, diutamakan di gadaikan kepada suku yang sama namun dapat termasuk di gadaikan kepada suku lain.
Tergadainya harta pusaka tinggi dikarenakan empat hal:
Gadih gadang indak balaki (perawan tua yang belum bersuami)
Jika tidak tersedia ongkos untuk mengawinkan anak wanita, pas umurnya telah telat.
Mayik tabujua di ateh tempat tinggal (mayat terbujur di atas rumah)
Jika tidak tersedia ongkos untuk mengurus jenazah yang kudu segera dikuburkan.
Rumah gadang katirisan (rumah besar bocor)
Jika tidak tersedia ongkos untuk renovasi rumah, pas tempat tinggal telah rusak dan lapuk agar tidak layak huni.
Mambangkik batang tarandam (membongkar kayu yang terendam)
Jika tidak tersedia ongkos untuk pesta pengangkatan penghulu (datuk) atau ongkos untuk menyekolahkan seorang bagian kaum ke tingkat yang lebih tinggi.
Kontroversi hukum Islam (syariah)
Menurut hukum Islam, harta haruslah diturunkan sesuai bersama faraidh yang telah diatur pembagiannya antara pihak perempuan dan laki-laki. Namun di Minangkabau, semua harta pusaka tinggi diturunkan kepada bagian keluarga perempuan berasal dari garis keturunan ibu. Hal ini mengakibatkan kontoversi berasal dari sebagian ulama.
Ulama Minangkabau yang paling keras menentang pengaturan harta pusaka tinggi yang tidak ikuti hukum waris Islam adalah Ahmad Khatib Al-Minangkabawi, Syeikh Tahir Jalaluddin Al-Azhari, dan Agus Salim.Ahmad Khatib Al-Minangkabawi, imam dan khatib Masjidil Haram Mekkah, membuktikan bahwa harta pusaka tinggi termasuk harta syubhat agar haram untuk dimanfaatkan. Dia terus-menerus bersama pendapatnya itu dan oleh dikarenakan itulah ia tidak sudi lagi ke ranah Minang.Sikap Abdul Karim Amrullah tidak sama bersama ulama-ulama di atas. Dia menyita jalan sedang bersama memfatwakan bahwa harta pusaka tinggi termasuk kategori wakaf, yang boleh dimanfaatkan oleh pihak keluarga namun tidak boleh diperjualbelikan.Namun bagaimanapun juga,bentuk wakaf yang layaknya ini pasti tidaklah sama bersama wakaf yang disyari’atkan islam. Karena didalam pemanfaatannya hanya diperuntukkan bagi orang tertentu bersama aturan-aturan tradisi (bukan aturan islam). Lagipula adakalanya pusaka tinggi ini dapat digadaikan didalam situasi tertentu.
Yang kudu digaris bawahi sebenarnya berasal dari penilaian tokoh agama yang menentang pusaka tinggi ini adalah bahwa tradisi sebagai keputusan berasal dari manusia dapat saja dihapus,namun keputusan agama yang bersumber berasal dari Allah adalah mutlak. Maka wujud syubhat itu kudu dihindari. Penghapusan tradisi itu diakui gampang bagi kaum agamais dikarenakan tradisi itu sendiri membuktikan tunduk pada kitabullah.
“Adat basandi syarak,syarak basandi kitabullah”
Asal muasal pusaka tinggi ini secara umum adalah hasil berasal dari jatah lahan pas terhubung lahan sebagai tempat hunian baru. Dimana lahan tersebut belum tersedia pemiliknya.
Pada hakikatnya, harta pusaka tinggi merupakan amanah berasal dari leluhur yang tidak diketahui siapa pemilik aslinya, dan diwasiatkan berdasarkan garis keturunan ibu. Jika harta ini diwariskan layaknya harta pusaka rendah atau warisan biasa, pasti kudu sadar siapa yang mewariskannya. Itulah alasan logis harta pusaka tinggi tidak diperbolehkan untuk diwarisi oleh ayah.
Seni
Bab atau bagian ini tidak memiliki referensi atau sumber tepercaya agar isinya tidak dapat dipastikan. Tolong bantu perbaiki artikel ini bersama mengimbuhkan referensi yang layak. Bab atau bagian ini akan dihapus sekiranya tidak tersedia referensi ke sumber tepercaya didalam wujud catatan kaki atau pranala luar.
Arsitektur
Istano Basa Pagaruyung sebuah replika istana asli Kerajaan Minangkabau yang telah terbakar
Arsitektur Minangkabau merupakan bagian berasal dari seni arsitektur khas Nusantara, yang wilayahnya merupakan kawasan rawan gempa. Sehingga banyak rumah-rumah tradisionalnya yang berwujud panggung, mengfungsikan kayu dan pasak, dan juga tiang penyangga yang di tempatkan di atas batu tertanam. Namun tersedia sebagian kekhasan arsitektur Minangkabau yang tak dapat dijumpai di wilayah lain, layaknya atap bergonjong. Model ini digunakan sebagai wujud atap rumah, balai pertemuan, dan kini termasuk digunakan sebagai wujud atap kantor-kantor di semua Sumatra Barat. Di luar Sumatra Barat, atap bergonjong termasuk terkandung pada kantor perwakilan Pemda Sumatra Barat di Jakarta, dan juga pada salah satu bangunan di halaman Istana Seri Menanti, Negeri Sembilan. Bentuk gonjong diyakini berasal berasal dari wujud tanduk kerbau, yang sekaligus merupakan ciri khas etnik Minangkabau.
Masakan
Memasak makanan yang lezat merupakan salah satu budaya dan normalitas penduduk Minangkabau. Hal ini dikarenakan seringnya penyelenggaraan pesta adat, yang mengharuskan penyajian makanan yang nikmat. Masakan Minangkabau tidak hanya dihidangkan untuk penduduk Minangkabau saja, namun termasuk telah dikonsumsi oleh penduduk di semua Nusantara. Orang-orang Minang biasa menjajakan makanan khas mereka layaknya rendang, asam pedas, soto padang, sate padang, dan dendeng balado di tempat tinggal makan yang biasa dikenal bersama Restoran Padang. Restoran Padang tidak hanya tersebar di semua Indonesia, namun termasuk banyak terkandung di Malaysia, Singapura, Australia, Belanda, dan Amerika Serikat.Rendang salah satu masakan khas Minangkabau, telah dinobatkan sebagai masakan terlezat di dunia.
Rendang, masakan khas Minangkabau yang dinobatkan sebagai makanan terlezat di dunia
Masakan Minangkabau merupakan masakan yang kaya akan variasi bumbu. Oleh maka dari itu banyak dimasak mengfungsikan rempah-rempah layaknya cabai, serai, lengkuas, kunyit, jahe, bawang putih, dan bawang merah. Kelapa merupakan salah satu unsur pembentuk cita rasa masakan Minang. Bahan utama masakan Minang antara lain daging sapi, daging kambing, ayam, ikan, dan belut. Orang Minangkabau hanya menyajikan makanan-makanan yang halal, agar mereka jauhi alkohol dan lemak babi. Selain itu masakan Minangkabau termasuk tidak mengfungsikan bahan-bahan kimia untuk pewarna, pengawet, dan penyedap rasa. Teknik memasaknya yang agak rumit dan juga perlu pas cukup lama, menjadikannya sebagai makanan yang nikmat dan tahan lama.
Literasi
Masyarakat Minangkabau telah memiliki budaya literasi sejak abad ke-12. Hal ini ditandai bersama ditemukannya aksara Minangkabau. Kitab Undang-Undang Tanjung Tanah merupakan salah satu literatur penduduk Minangkabau yang pertama. Tambo Minangkabau yang ditulis didalam Bahasa Melayu, merupakan literatur Minangkabau berwujud historiografi tradisional. Pada abad pertengahan, sastra Minangkabau banyak ditulis mengfungsikan Huruf Jawi. Pada masa ini, sastra Minangkabau banyak yang berwujud dongeng-dongeng jenaka dan nasihat. Selain itu tersedia pula kitab-kitab keagamaan yang ditulis oleh ulama-ulama tarekat. Di akhir abad ke-19, cerita-cerita tradisional yang bersumber berasal dari mulut ke mulut, layaknya Cindua Mato, Anggun Nan Tongga, dan Malin Kundang merasa dibukukan.
Pada abad ke-20, sastrawan Minangkabau merupakan tokoh-tokoh utama didalam pembentukan bhs dan sastra Indonesia. Lewat karya-karya mereka berwujud novel, roman, dan puisi, sastra Indonesia merasa tumbuh dan berkembang. Sehingga novel yang beredar luas dan jadi bahan pengajaran penting bagi pelajar di semua Indonesia dan Malaysia, adalah novel-novel berlatarbelakang budaya Minangkabau. Seperti Tenggelamnya Kapal Van der Wijck, Merantau ke Deli dan Di Bawah Lindungan Ka’bah karya Hamka, Salah Asuhan karya Abdul Muis, Sitti Nurbaya karya Marah Rusli, dan Robohnya Surau Kami karya Ali Akbar Navis. Budaya literasi Minangkabau termasuk melahirkan tokoh penyair layaknya Chairil Anwar, Taufiq Ismail dan tokoh sastra lainnya Sutan Takdir Alisjahbana.
Pantun dan pepatah-petitih
Dalam penduduk Minangkabau, pantun dan pepatah-petitih merupakan salah satu wujud seni persembahan dan diplomasi yang khas. Pada umumnya pantun dan pepatah-petitih mengfungsikan bhs kiasan didalam penyampaiannya.Sehingga di Minangkabau, seseorang dapat dikatakan tidak beradat kalau tidak menguasai seni persembahan. Meski disampaikan bersama sindiran, pantun dan pepatah-petitih berwujud lugas. Di dalamnya tak tersedia kalimat yang ambigu dan berwujud mendua. Budaya pepatah-petitih, termasuk digunakan didalam sambah-manyambah untuk menghormati tamu yang datang. Sambah-manyambah ini biasa digunakan saat tuan tempat tinggal (si pangka) hendak mengajak tamunya makan. Atau didalam suatu acara pernikahan, saat pihak penganten wanita (anak daro) menjemput penganten laki-laki (marapulai).
Baca Juga : Berbagai Macam Budaya Jambi Yang Perlu Kalian Ketahui
Selain berkembang di Sumatra Barat, pantun dan pepatah-petitih Minangkabau termasuk mempengaruhi corak sastra lisan di Riau dan Malaysia.Ukiran Minangkabau di dinding luar bagian depan Rumah Gadang
Anak dipangku, kamanakan dibimbiang (Artinya: anak diberikan nafkah dan disekolahkan, dan juga kemenakan dibimbing untuk meniti kehidupannya)
Duduak marauk ranjau, tagak meninjau jarak (Artinya: hendaklah mengerjakan hal-hal yang bermanfaat, dan jangan menyia-nyiakan waktu)
Dima rantiang dipatah, disinan sumua digali (Artinya: di mana kami tinggal, hendaklah menghormati tradisi tempat setempat)
Gadang jan malendo, cadiak jan manjua (Artinya: seorang pemimpin jangan menginjak anggotanya, sedang seorang yang cerdik jangan menipu orang yang bodoh)
Satinggi-tinggi tabang bangau, babaliaknyo ka kubangan juo (Artinya: sejauh-jauh pergi merantau, pada hari tua akan lagi ke kampung asalnya)
Solok salayo cawan pinggan,barih batatah batang Padi,harok kironyo ditarang bulan,palito nyalo denai padami (Artinya: Karena mengharapkan sesuatu yang belum pasti,yang telah nyata didalam genggaman diabaikan/disia-siakan)
Masyarakat Minangkabau sejak lama telah mengembangkan seni budaya berwujud ukiran, pakaian, dan perhiasan. Seni ukir dahulunya dimiliki oleh banyak nagari di Minangkabau. Namun pas ini seni ukir hanya berkembang di nagari-nagari tertentu, layaknya Pandai Sikek. Kain merupakan tempat ukiran yang kerap digunakan oleh penduduk Minang. Selain itu ukiran termasuk banyak digunakan sebagai hiasan Rumah Gadang. Ukiran Rumah Gadang umumnya berwujud garis melingkar atau persegi, bersama motif layaknya tumbuhan merambat, akar yang berdaun, berbunga dan berbuah. Pola akar umumnya berwujud lingkaran, akar berjajaran, berhimpitan, berjalinan dan termasuk sambung menyambung. Cabang atau ranting akar berkeluk ke luar, ke dalam, ke atas dan ke bawah. Disamping itu motif lain yang dijumpai didalam ukiran Rumah Gadang adalah motif geometri bersegi tiga, empat, dan genjang. Jenis-jenis ukiran Rumah Gadang antara lain kaluak paku, pucuak tabuang, saluak aka, jalo, jarek, itiak pulang patang, saik galamai, dan sikambang manis.Tarian
Bab atau bagian ini tidak memiliki referensi atau sumber tepercaya agar isinya tidak dapat dipastikan. Tolong bantu perbaiki artikel ini bersama mengimbuhkan referensi yang layak. Bab atau bagian ini akan dihapus sekiranya tidak tersedia referensi ke sumber tepercaya didalam wujud catatan kaki atau pranala luar.
Tari-tarian merupakan salah satu corak budaya Minangkabau yang kerap digunakan didalam pesta tradisi ataupun perayaan pernikahan. Tari Minangkabau tidak hanya dimainkan oleh kaum perempuan namun termasuk oleh laki-laki. Ciri khas tari Minangkabau adalah cepat, keras, menghentak, dan dinamis. Adapula tarian yang memasukkan gerakan silat ke dalamnya, yang disebut randai. Tari-tarian Minangkabau lahir berasal dari kehidupan penduduk Minangkabau yang egaliter dan saling menghormati. Dalam pesta tradisi ataupun perkawinan, penduduk Minangkabau mengimbuhkan persembahan dan hormat kepada para tamu dan menyambutnya bersama tarian galombang. Jenis tari Minangkabau antara lain: Tari Piring, Tari Payung, Tari Pasambahan, dan Tari Indang, Tari piring.
Bela Diri
Pencak Silat adalah seni bela diri khas penduduk Minangkabau yang diwariskan secara turun temurun berasal dari generasi ke generasi. Pada awalnya silat merupakan bekal bagi perantau untuk memelihara diri berasal dari hal-hal terburuk selama di perjalanan atau di perantauan. Selain untuk memelihara diri, silat termasuk merupakan proses pertahanan nagari (parik paga didalam nagari).
Pencak silat memiliki dua filosofi didalam satu gerakan. Pencak (mancak) yang bermakna bunga silat merupakan gerakan tarian yang dipamerkan didalam acara tradisi atau seremoni lainnya. Gerakan-gerakan mancak diupayakan seindah dan sebagus mungkin dikarenakan untuk pertunjukkan.Sedangkan silat merupakan suatu seni pertempuran yang dipergunakan untuk mempertahankan diri berasal dari serangan musuh, agar gerakan-gerakannya diupayakan sesedikit mungkin, cepat, tepat, dan melumpuhkan lawan.
Orang yang mahir bermain silat dinamakan pendekar (pandeka). Gelar pendekar ini pada zaman dahulunya dikukuhkan secara tradisi oleh ninik mamak berasal dari nagari yang bersangkutan. Kini pencak silat tidak hanya diajarkan kepada generasi muda Minangkabau saja, namun termasuk telah menyebar ke semua Nusantara lebih-lebih ke Eropa dan Amerika Serikat.
Musik
Budaya Minangkabau termasuk melahirkan banyak type alat musik dan lagu. Di antara alat musik khas Minangkabau adalah saluang, talempong, rabab, dan juga bansi. Keempat alat musik ini umumnya dimainkan didalam pesta tradisi dan perkawinan. Kini musik Minang tidak terbatas dimainkan bersama mengfungsikan empat alat musik tersebut. Namun termasuk mengfungsikan istrumen musik moderen layaknya orgen, piano, gitar, dan drum. Lagu-lagu Minang kontemporer, termasuk banyak yang ikuti aliran-aliran musik moderen layaknya pop, hip-hop, dan remix.
Sejak masa kemerdekaan Indonesia, lagu Minang tidak hanya dinyanyikan di Sumatra Barat saja, namun termasuk banyak didendangkan di perantauan. Bahkan adapula pagelaran Festival Lagu Minangkabau yang diadakan di Jakarta. Era 1960-an merupakan masa kejayaan lagu Minang. Orkes Gumarang pimpinan Asbon Madjid, merupakan salah satu group musik yang banyak menyanyikan lagu-lagu khas Minangkabau. Selain Orkes Gumarang, penyanyi-penyanyi Minang layaknya Elly Kasim, Ernie Djohan, Tiar Ramon, dan Oslan Husein, ikut menyebarkan musik Minang ke semua Nusantara. Bahkan pada masa ini penyanyi yang bukan berdarah minangpun ikut andil melantunkan lagu-lagu minang yang sebenarnya cukup gampang di terima oleh pendengar dan pencinta musik tanah air. Terbukti bersama seringnya lagu-lagu minang ini diperdengarkan disaluran radio RRI jakarta dan lainnya.
Semaraknya industri musik Minang pada paruh kedua abad ke-20, disebabkan oleh banyaknya studio-studio musik milik entrepreneur Minang. Selain itu, besarnya permintaan lagu-lagu Minang oleh penduduk perantauan, dan jadi segi kesuksesan industri musik Minang