Pesona Budaya Suku Bugis yang Harus Kamu Ketahui

Suku Bugis adalah suku mayoritas di Sulawesi Selatan dan banyak menempati Kabupaten Maros dan Pangkajene. Mayoritas masyarakat Bugis merupakan pemeluk agama Islam yang taat. Meskipun sebelum itu, mereka mempercayai kehadiran dewa tunggal.

Suku Bugis amat menghormati adat istiadat dan budaya yang mereka miliki. Seluruhnya dianggap adalah hal yang sakral dan kudu dijalani sepenuh hati. Berikut deretan budaya suku Bugis yang kudu ketahui.

1. Rumah Adat

Bentuk rumah adat suku Bugis mempunyai wujud rumah panggung seperti yang sanggup dijumpai di kawasan Asia Tenggara. Mayoritas material yang digunakan adalah kayu terhitung untuk daerah atap. Rumah adat suku Bugis dibagi jadi dua type berdasarkan standing sosial orang yang menempatinya. Rumah Souraja adalah rumah besar yang ditempati oleh kaum bangsawan. Sedangkan rumah panggung yang ditempati masyarakat lazim bernama Bola.

Secara umum, rumah adat ini mempunyai tiga bagian utama yaitu atas, tengah dan bawah. Bagian atas merupakan bagian penutup namun bagian tengah yang dimanfaatkan untuk tinggal. Sementara itu, bagian bawah rumah atau siring difungsikan untuk daerah penyimpanan alat-alat bertani atau melaut. Terkadang pemilik rumah terhitung menyimpan hewan peliharaan di bagian bawah ini.

Uniknya, rumah adat suku Bugis ini sanggup bersama enteng dibongkar pasang. Hal ini sebab dalam susunan kayunya hanya gunakan parelepang (fattoppo dan fadongko) yang tidak disambung.

2. Ritual Naik Tojang

Budaya suku Bugis yang pertama ini ditunaikan kepada bayi. Ketika bayi menjadi diayun, maka keluarganya akan mengadakan ritual naik ayunan atau arti lokalnya Naik Tojang. Dalam prosesi naik ayunan, akan dipasangkan contengan kapur sirih terhadap ayunan.

Sebelum bayi diletakan di dalam ayunan, didahului bersama memasukkan sapu lidi, seekor kucing, dan anak lesung batu. Setelah itu, barang-barang tersebut dikeluarkan dan dibersihkan. Kemudian bayi akan dimasukkan ke dalam ayunan untuk ditidurkan.

Ayunan bayi yang digunakan berwujud kain kuning diikat bersama tali. Pada kelanjutan tali bersama kain, kudu digantung pisang dan cabai. Sementara itu, terhadap bagian bawah ayunan, kudu buah botol memuat air putih yang telah ditulis bersama Lam Jalalah (lam alif) terhadap dua sisinya. Sebagai informasi, Lam jalalah merupakan huruf lam yang terkandung dalam lafaz Allah.

3. Makkuluhuwallah

Tradisi lokal setelah itu yang masih dipertahankan oleh masyarakat Bugis adalah ritual kematian, Makkuluhuwallah. Rangkaian acaranya ditunaikan sepanjang tujuh malam, dimulai sehabis jenazah dikuburkan. Meskipun merupakan ritual, tapi dalam prakteknya melibatkan pembacaan Al-Qur’an. Ritual ini diperkirakan telah nampak sejak th. 80-an dan diprakarsai oleh tokoh agama setempat.

Penamaan ritual Makkuluhuwallah sendiri, diambil alih dari ayat pertama surat al-Ikhlas (Qul Huwallahu) yang mempunyai imbuhan “ma.” Ini merupakan bagian dari bahasa Bugis dan lantas disambungkan bersama Qul Huwallahu, yang bermakna tengah melaksanakan pembacaan surat Al-Ikhlas.

Biasanya di hari pertama pelaksanaan ritual, keluarga akan anak-anak dari pondok pesantren. Setelah itu, pembacaan Al-Qur’an akan dilanjutkan oleh masyarakat yang mampir sehingga menghibur keluarga yang berduka. Tak hanya bagi orang tua, anak-anak terhitung diajak untuk melaksanakan kebiasaan ini.

Uniknya, tiap tiap orang yang telah melaksanakan pembacaan surah dalam acara ini akan beroleh bingkisan sebagai tanda ucapan terima kasih atas kehadiran dan juga keikhlasannya mendoakan orang yang telah meninggal tersebut.

4. Ritual Mappadendang

Ritual Mappadendang adalah wujud ritual panen masyarakat Bugis yang kudu diikuti oleh seluruh petani. Para petani akan menumbuk padi dalam lesung panjang yang disebut palungeng. Biasanya palungeng mempunyai enam hingga dua belas lubang. Sementara untuk menumbuk padi, digunakan alu.

Saat melaksanakan ritual, tiap tiap pemukul padi kudu bersolek dan mengenakan baju khas tradisional Bugis yaitu Baju Bodo. Dulu ritual ini ditunaikan nyaris di seluruh lokasi Sulawesi Selatan dikala musim panen tiba.

Namun sayangnya, kebiasaan ini menjadi ditinggalkan meski ada lebih dari satu daerah yang masih mempertahankannya. Selain wujud puas cita atas hasil panen yang berlimpah, ritual Mappadendang terhitung terus diselenggarakan untuk menjaga warisan budaya leluhur. Ritual ini ditunaikan sepanjang tiga malam berturut-turut.

Komponen utama dalam ritual ini ditunaikan oleh enam perempuan dan tiga pria, atau secara berpasang-pasangan. Mereka lantas akan memecah biji padi yang telah ditelakkan ke dalam palungeng, diiringi bersama tabuhan rebana, petikan kacapi dan juga suling bambu khas suku Bugis. Dalam budaya suku Bugis ini, strata sosial antara pemilik sawah maupun buruhnya, dianggap setara.

Karena dianggap penting, lebih dari satu pemerintah daerah menjadikan ritual panen Mappadendang jadi program tahunan yang masuk dalam kalender pariwisata daerah. Selain melestarikan nilai-nilai budaya, diharapkan terhitung sanggup menarik minat wisatawan.

5. Pernikahan

Ritual pernikahan suku Bugis mempunyai sistem yang panjang terhitung memerlukan cost besar. Untuk menikahi gadis pujaannya, seorang pria kudu memberi tambahan sejumlah mahar dan duit panai. Bila jumlah mahar dan duit panai yang diberikan besar, maka perjuangan sang pria pun dianggap lebih gigih.

Selain mahar dan duit panai, lebih dari satu ritual terhitung kudu ditunaikan calon mempelai sebelum hingga ke jenjang pernikahan. Ritual pertama adalah Ma ‘Manu’-manu’. Calon pengantin pria akan bertandang ke rumah orang tua calon mempelai wanita untuk menghendaki izin untuk mempersunting kekasih hatinya. Jika pinangan diterima, dalam moment ini, akan ditunaikan pembahasan tentang besar mahar dan duit panai yang akan diberikan.

Baca Juga : Akulturasi Budaya China di Indonesia dan Asal-usulnya

Setelah itu, akan ditunaikan prosesi lamaran. Calon mempelai pria akan membawa ke-2 orang tuanya untuk melamar calon mempelai wanita. Ritual ini tidak sanggup ditunaikan jika belum ada persetujuan dalam ritual Ma’manu-manu.

Selanjutnya akan ditunaikan ritual Ma’pacci. Ritual ini biasanya berlangsung terhadap malam hari, di rumah masing-masing mempelai dan ditunaikan demi beroleh restu dari keluarga dan teman-teman dekat. Pemberian restu ditandai bersama pemakaian pacci atau henna di tangan masing-masing mempelai.

Biasanya, di sela-sela ritual, pembawa acara akan mengatakan cerita sedih tentang perasaan orang tua yang akan ditinggalkan sang anak atau sebaliknya.

Kesimpulan

Pernikahan ke-2 mempelai akan ditandai bersama Ijab Qabul. Kemudian sehabis itu, akan memasuki puncak ritual pernikahan yaitu pesta. Selain diselenggarakan bersama meriah, banyak hidangan makanan yang tersaji. Seluruh tamu undangan, keluarga dan kerabat akan mampir dan merayakan kehidupan baru ke-2 mempelai.

Kelima budaya suku Bugis ini masih terpelihara hingga saat ini dan sanggup anda lihat secara langsung. Bila tertarik memandang kehidupan budaya suku ini, segera pesan tiket pesawat menuju ke Makassar lewat aplikasi Traveloka.

Di Traveloka, anda terhitung sanggup memesan akomodasi hotel cocok bersama budget yang tersedia. Bahkan ada potongan harga dan harga promo yang disediakan secara berkala.

Untuk memandang budaya Suku Bugis, anda sanggup memantau kalender event pariwisata dari lebih dari satu kabupaten di Sulawesi Selatan sehingga beroleh pas keberangkatan terbaik. Tunggu apa lagi? Rencanakan liburanmu bersama menyenangkan bersama bersama Traveloka. Jangan lupa bawa kamera untuk menangkap moment privat sepanjang anda berwisata!

 

error: Content is protected !!