Seni Yang Ada Di Yogyakarta

Dalam perihal seni rupa daerah, sejumlah tempat di Indonesia punyai kecenderungan masing-masing yang tidak sama pada satu dengan yang lain. Jogja sebagai keliru satu kota pencetak seniman terbesar di Indonesia tak diragukan kembali dapat menghidupkan wacana segar di dunia seni rupa.Jogja tidak sama dengan kota lain layaknya Jakarta, Bandung, dll. Dalam perihal ini, seniman Jogja dapat menggali sesuatu yang baru yang belum dulu ada.kata Kepala Bagian Museum & Sanggar Seni Rumah Tangga Kepresidenan RI, Adek Wahyuni Saptantinah kepada GudegNet di Yogyakarta.

Menurut Adek, predikat sebagai Kota Pelajar dan Kota Budaya diyakini menjadi segi dalam perkembangan seni rupa di Jogja yang tak cuma sama juga dengan keinginan pasar saja.Jika di Kota lain sebuah pameran lebih condong berpihak kepada pasar saja, di Jogja tidak layaknya itu, selalu berkembang. Hal ini gara-gara banyaknya akademisi di Jogja, katanya.Ke depan, menurut pengelola Museum & Sanggar Seni Rumah Tangga Kepresidenan RI ini, dunia Seni rupa di Jogja akan berkembang bahkan beri tambahan peran besar terhadap perkembangan seni rupa di Indonesia.Saya optimis seni rupa di Jogja akan berkembang dan dapat membuat kota lain di Indonesia. Dengan kata lain Jogja akan beri tambahan andil dalam perkembangan seni rupa di Indonesia, pungkasnya.

  1. Batik Yogyakarta

Sejarah Dari kerjaan-kerajaan di Yogyakarta sekitarnya abad 17, 18 dan 19, batik lantas berkembang luas, lebih-lebih di wilayah Pulau Jawa. Awalnya batik cuma hanya hobi berasal dari para keluarga raja di didalam berhias melalui pakaian. Namun perkembangan selanjutnya, oleh penduduk batik dikembangkan menjadi komoditi perdagangan .

Asal-usul pembatikan di tempat Yogyakarta dikenal semenjak kerajaan Mataram ke-I bersama dengan  rajanya Panembahan Senopati. seni rupa daerah adalah pembatikan pertama ialah di desa Plered. Pembatikan terhadap masa itu terbatas didalam lingkungan keluarga Keraton yang ditunaikan oleh wanita-wanita pembantu ratu. Dari sini pembatikan meluas terhadap trap pertama terhadap keluarga Keraton lainnya yaitu istri berasal dari abdi dalem dan tentara-tentara. Pada upacara resmi kerajaan keluarga keraton baik pria maupun wanita kenakan baju bersama dengan kombinasi batik dan lurik. Oleh karena kerajaan ini mendapat kunjungan berasal dari rakyat dan rakyat tertarik terhadap pakaian-pakaian yang dipakai oleh keluarga Keraton dan ditiru oleh rakyat dan akhirnya meluaslah pembatikan keluar berasal dari tembok Keraton .

Baca Juga : Karya Seni Rupa Daerah

Akibat seni lukis daerah berasal dari peperangan selagi zaman dahulu baik pada keluarga raja-raja maupun pada penjajahan Belanda dahulu, maka banyak keluarga-keluarga raja yang mengungsi dan menetap di daerah-daerah baru pada lain ke Banyumas, Pekalongan, ke tempat Timur Ponorogo, Tulungagung dan sebagainya. Meluasnya tempat pembatikan ini sampai ke daerah-daerah itu menurut perkembangan sejarah perjuangan bangsa Indonesia di mulai abad ke-18. Keluarga-keluarga Keraton yang mengungsi inilah yang mengembangkan pembatikan semua pelosok pulau Jawa yang tersedia sekarang dan berkembang menurut alam dan tempat baru itu. Perang Pangeran Diponegoro melawan Belanda mendesak sang pangeran dan keluarganya serta para pengikutnya mesti meninggalkan tempat Kerajaan. Mereka lantas tersebar ke arah Timur dan Barat. Kemudian di daerah-daerah baru itu para keluarga dan pengikut pangeran Diponegoro mengembangkan batik.

Ke Timur pulau Jawa, batik Yogyakarta menyempurnakan corak batik yang sudah tersedia di Mojokerto serta Tulung Agung. Selain itu terhitung menyebar ke Gresik, Surabaya dan Madura. Sedangkan ke arah Barat pulau Jawa batik berkembang di Banyumas, Pekalongan, Tegal, dan Cirebon.

  1. Kerajinan Perak Kotagede

Teknik Pembuatan.Dimulai bersama dengan perancangan desain perhiasannya ( seperti arsitektur). Didesain di kertas bersama dengan kenakan pensil bersama dengan ukuran yang diinginkan. .Setelah desain ditentukan, sistem dilanjutkan bersama dengan memindahkan desain kecetakan dan penempaan. Lempengan perak atau benang perak ( bergantung desainnya ), ‘Benang perak’ yang sedang diulung untuk sebabkan detil desain ini. Satu demi satu karya seni daerah, cocok desain,dilakukan memotongan bersama dengan pakai gunting atau pinset jikalau sangat kecil. Setelah itu, baik sebabkan berasal dari lempengan perak tatu benang perak, setelah itu disusun cocok desain, menjadi burung atau kupu dan sebagainya, sebelum saat jadi di bakar ( sekarang melakukannya bersama dengan solder dan listrik. Setelah disusun cocok desain, lalu jadi dibakar. Sebelum dibakar, untuk ‘lem’nya adalah ‘bubuk perak’. Tidak lama, cuma sebentar untuk merekatkan (seperti di lem)Setelah disolder / dibakar bersama dengan api, masing ikatan menjadi kuat cocok desain. Pengerjaannya satu demi satu dan detil sekali.

Sejarah Kerajinan perak kota gede dulu berasal dikala Panembahan Senopati di Mataram (Kota Gede) memerintahkan abdi dalem kriya sebabkan perhiasan berasal dari emas dan perak, Bagaimana jikalau tidak? kemungkinan saja Kotagede tidak dapat dulu mendapat julukan sebagai Kota Perak. Andai kata pihak keraton Yogyakarta, lebih-lebih terhadap masa pemerintahan Sultan Hamengku Buwono VIII, tidak terpikat bersama dengan hasil kerajinan logam berciri tradisional hasil sentuhan tangan abdi dalem kriya Kotagede, kemungkinan kilap perak sudah lama terbenam di pada tempat tinggal joglo (lambang kejayaan kekuasaan tradisional Jawa) dan tempat tinggal loji (dengan ciri seni bangunan Eropa sebagai simbol kejayaan para pedagang atau pebisnis pribumi yang berhasil).

Argentum (Latin), itulah asal kata perak, agar didalam ilmu kimia, perak ditandai bersama dengan simbol Ag (dengan nomor atom 47). Perak dimanfaatkan untuk sebabkan uang logam, perhiasan, sendok garpu, bahkan menyeruak didalam pembuatan bantalan mesin pesawat terbang. Di Indonesia, kerajinan perak berkembang pesat di Kotagede. Menurut catatan Djoko Soekiman, sudah sejak abad ke-16 (masa kerajaan Mataram Islam), Kotagede keluar sebagai pusat perdagangan yang memadai maju; perihal ini setidaknya ditandai bersama dengan sebutan lain untuk kota ini, yaitu Pasar Gede yang bisa diartikan sebagai ‘pasar besar’ (pusat perdagangan yang besar).

Selain itu, sebagai pusat perdagangan barang-barang kerajinan, nama-nama wilayah di Kotagede pun mengenai erat bersama dengan nama usaha kerajinan yang ada: Samakan (tempat tinggal para pengrajin kulit), Sayangan (tempat tinggal para pengrajin barang berasal dari tembaga dan perunggu), Batikan (tempat tinggal para pengrajin batik), dan Pandean (tempat tinggal para pengrajin besi) dan sebagainya. Munculnya kerajinan perak di Kotagede seiring bersama dengan berdirinya Kotagede sebagai ibu kota Mataram Islam terhadap abad ke-16. Ada bukti yang memperlihatkan bahwa seni kerajinan perak, emas, dan logam terhadap kebanyakan sudah dikenal sejak abad ke-9 (zaman Mataram Kuna/Hindu) bersama dengan diketemukannya prasasti di Jawa Tengah yang di dalamnya termuat makna pande emas, pande perak, pande wesi, dan sebagainya. Perkembangan perusahaan perak Kotagede mengalami masa keemasan pada tahun 1930—1940-an bersama dengan timbulnya perusahan-perusahaan baru, peningkatan kualitas, dan diciptakannya berbagai motif baru

  1. Gerabah/Keramik Kasongan,Yogyakarta

Pada dasarnya sistem pembuatan keramik/gerabah ini bisa dibagi didalam dua bagian besar, yaitu bersama dengan cara cetak untuk pembuatan didalam kuantitas banyak (masal) atau segera bersama dengan tangan. Untuk sistem pembuatan bersama dengan pakai tangan terhadap keramik yang berupa silinder (jambangan, pot, guci), ditunaikan bersama dengan menambahkan sedikit demi sedikit tanah lihat diatas tempat yang bisa diputar. Salah satu tangan pengrajin dapat berada disisi didalam selagi yang lainnya berada diluar. Dengan memutar alas tersebut, otomatis tanah yang tersedia diatas dapat membentuk silinder bersama dengan besaran diameter dan ketebalan yang diatur melalui sistem penekanan dan penarikan tanah yang tersedia terhadap ke-2 telapak tangan pengrajin.

Kasongan awalannya merupakan tanah pesawahan punya penduduk desa di selatan Yogyakarta. Pada Masa Penjajahan Belanda di Indonesia, di tempat pesawahan punya keliru satu warga selanjutnya ditemukan seekor kuda yang mati. Kuda selanjutnya diperkirakan punya Reserse Belanda. Karena selagi itu Masa Penjajahan Belanda, maka warga yang memiliki tanah selanjutnya risau dan segera melepas hak tanahnya yang lantas tidak diakuinya lagi. Ketakutan serupa terhitung berjalan terhadap penduduk lain yang memiliki sawah di sekitarnya yang akhirnya terhitung melepas hak tanahnya. Karena banyaknya tanah yang bebas, maka penduduk desa lain segera mengakui tanah tersebut. Penduduk yang tidak memiliki tanah selanjutnya lantas berubah profesi menjadi seorang pengrajin keramik yang awalannya cuma mengempal-ngempal tanah yang tidak pecah apabila disatukan. Sebenarnya tanah selanjutnya cuma digunakan untuk mainan anak-anak dan perabot dapur saja. Namun, cara melestarikan karya seni daerah karena konsistensi dan tradisi yang turun temurun, Kasongan akhirnya menjadi Desa Wisata yang memadai terkenal.

Sejak tahun 1971-1972, Desa Wisata Kasongan mengalami kemajuan memadai pesat. Sapto Hudoyo (seorang seniman besar Yogyakarta) menopang mengembangkan Desa Wisata Kasongan bersama dengan membina masyarakatnya yang beberapa besar pengrajin untuk menambahkan berbagai sentuhan seni dan komersil bagi desain kerajinan gerabah agar gerabah yang dihasilkan tidak menimbulkan kesan yang menjemukan dan monoton, tetapi bisa menambahkan nilai seni dan nilai ekonomi yang tinggi. Keramik Kasongan dikomersilkan didalam skala besar oleh Sahid Keramik sekitar tahun 1980an.

Proudly powered by WordPress | Theme: Journey Blog by Crimson Themes.
error: Content is protected !!